TUGAS KELOMPOK
EKOLOGI HEWAN
“TANGGAPAN DAN PENYESUAIAN DIRI HEWAN”
Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Ekologi Hewan Yang
Diampu Oleh Dr. Agus Sutanto, M.Si., Kartika Sari, M,BT,S., dan Suharno Zen,
M.Si.

OLEH:
NAMA NPM
ISQAL KURNIAWAN 11320069
ATIEK NURMAWADAH 11320058
EKA CICI RAHAYU 11320063
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidyah-Nya kepada kita semua sehingga
kita masih dapat melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Sholawat beserta slah kita junjungkang kepda Nabi besar MUHMMAD
SAW beserta keluarga dan para sahbatnya.
Dalam
kesempatan ini penulis menyanpaikan rasa hormat dan terima kasih kepada orang
tua yang telah menberkan kasih sayang, doa, semangat, dan dukunganyang tak
ternilai harganya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Sutanto, M.Si., Suharno Zen,
M.Si. dan Ibu Kartika Sari, M,Bt,S. selaku
dosen pengampu mata kuliah ekologi hewan, dan semua teman-teman yang telah
membentu dan memberikan motifasi sehingga dapat terselesaikannya tugas ini.
Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas ini. Sehingga segala
kritik dan sran yang sifatnya membangun sanagt penulis harapkan untuk
penyempurnaan tugas ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
mahasiswa universitas muhammadiyah metro khususnya dan para pembaca pada
umumnya.

Metro,
April 2013
Penulis
|
DAFTAR ISI
Judul
Kata pengantar...................................................................................... ii
Daftar isi................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang.......................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................... 1
C.
Tujuan Penulisan Masalah....................................................... 1
BABA II PEMBAHASAN
A.
Pola Prilaku............................................................................... 2
B.
Beberapa Contoh Perilaku Pada Hewan................................ 7
1.
Burung (Aves)..................................................................... 7
2.
Primate (Macaca facicularis).............................................. 12
C.
Adaptabilitas ............................................................................. 15
D.
Hibernasi.................................................................................... 19
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................ 21
DAFTAR
PUSTAKA
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam proses
ekologi setiap makhluk hidup mengalami evolusi yang telah berlangsung sejak
berjuta tahun yang lalu. Evolusi tersebut merupakan proses untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara pelahan-lahan, sehingga
dalam sejarah alam dikenal adanya beberapa jenis yang punah sebagai akibat
ketidak mampuan dirinya untukmenyesuaikan dengan lingkungan yang baru. Proses
evolusi yang terjadi karena faktor alam menunjukan gejala ekologis yang wajar
menurut hukum alam.
Jenis satwa
liar pun memiliki mekanisme dalam menghadapai keadaan lingkungan yang selalu
berubah. Secara biologis mereka mempunyai system untuk menyesuaikan diri.
Kehidupan dari satwa liar dapat terganggu apabila habitatnya mengalami
perubahan akibat adanya aktivitas atau pembangunan yang sangat menggangu
disekitarnya. Hal ini disebabkan oleh satwa mempunyai sensitivitas yang kuat
terhadap terjadinya perubahan lingkungan habitatnya. Perubahan atau gangguan
terhadap habitat menyebabkan adanya pergerakan satwa untuk menghindar. Menurut
Alikodra (1999), pergerakan satwa merupakan suatu strategi dari individu maupun
populasi satwa liar untuk menyesuaikan dan menmanfaatkan keadaan lingkungannya
agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal. Pergerakan dalam skala
sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tuntutan hidupnya.
Ada dua faktor
yang mempengaruhi pergerakan satwa liar, yaitu faktor primer dan faktor
sekunder. Faktor primer adalah faktor yang mendorong satwa untuk bergerak agar
kebutuhan fisiologisnya terpenuhi, sedangkan faktor sekunder adalah sebuah
faktor yang dapat memodifikasi pergerakan tersebut.
Perilaku satwa
liar diartikan ekspresi suatu hewan yang ditimbulkan oleh semua faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku satwa ini disebut rangsangan yang berhubungan erat
dengan fisiologisnya
B.
Rumusan Masalah
Adapaun rumusan
amasalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Pola perilaku
2.
Adaptabilitas
3.
Hibernasi
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mahasiswa mampu memehami pola
perilku hewan,
2.
Mamsiswa mampu memahami
adaptabilitas pada hewan,
3.
Mahasiawa mampu memahami
hibernasi pada hewan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pola Prilaku
Tiap pola
perilaku mempunyai fungsi penyesuaian yang khusus dan tertentu yang umumnya
dihubungkan dengan salah satu fungsi umum. Pola perilaku atau aktivitas
tersebut diantaranya ialah:
1.
Aktivitas makan (feeding), yaitu aktivitas yang dimulai
ketika satwa menemukan makanan sampai ketika satwa berhenti makan, kejadian ini
dihitung sebagai satu unit aktivitas.
2.
Aktivitas bergerak (locomotion), yaitu pergerakan satwa dari
satu tempat ke tempat yang lain.
3.
Istirahat (immobile), yaitu aktivitas diam meliputi duduk, berdiri, dan tidur.
4.
Grooming, adalah aktivitas mencari kutu
atau kotoran ditubuh sendiri atau pada tubuh individu lain.
5.
Aktivitas main (playing), aktivitas ini biasanya terjadi
pada anak-anak sampai remaja yang meliputi kejar-kejaran, berguling, berayun,
dan latihan baku hantam.
Bernett (1981),
memberikan takrif bahwa ethologi adalah ilmu perilaku hewan. Ethologi memiliki
status yang sama dengan ekologi dan genetika yang merupakan cabang besar ilmu
biologi. Ditunjukannya bahwa ada tiga masalah yang penting adalam semua cabang
ilmu biologi. Pertama adalah masalah hereditas dan lingkungan.yang kedua adalah
masalah reduktionisme, yaitu apakah semua prilaku dapat direduksi kefisiologi
dan selanjutnya fisiologi ke ilmu kimia. Yang ketiga adalah bahwa evolusi dan
teori seleksi alam merupakan bagian dasar ethologi. Tavolga (1969), menyebutkan
bahwa perilaku adalah manifetasi struktur dan fungsi suatu hewan, dan merupakan
subjek untuk analisis dan ekperimen yang didasarka atas data objektif.
Mysticism, superstisi, dan anekdota tidak lagi mendapat tempat dalam kajian
perilaku hewan dan juga di dalam cabang ilmu lainnya. Kerangka teoritik dan
dasar fuktual dalam kajian perilaku hewan merupakan hasilusaha ganda para
ilmuan disiplin ilmu seperti genetika, ekologi, fisiologi, dan juga biologi
perkembangan.
Anthropomorphisme
yaitu anggapan bahwa hewan di gambarkan seolah-olah memiliki keperluan,
perasaan atau kemampuan seperti manusia. Kajian perilaku hewan sering kali di
warnai Anthropomorphisme. Salah satu persoalan adalah tentang altruisme.
Beberapa penulis memberi kesan bahwa prinsip-prinsip moral yang mengikat
masyarakat manusia di terapkan secara langsung pada kelakuan sosial spesies
lain. Manusia sering bersifat altruisitik,yaitu bahwa manusia memilih bertindak
dengan cara yang sedemikian sehingga memberi keuntungan kepada pihak
lain,malahan meskipun dengan dia sendiri sebagai korban. Jadi altruisme dalam
hal ini di uraikan sebagai kehendak si pelaku. Tetapi dalam perbincangan
evolusi oleh penulis lain, maka perilaku altruistik di kaitkan dengan seleksi
alam, yaitu ditakrifkan bahwa altruisme adalah perilaku yang memperendah
kemungkinan untuk langsung hidup si pelaku dan menambah kemungkinan untuk
langsung hidup anggota lain spesies itu. Altruisme di sini sebagai wujud
pengaruh perilaku. Jadi bukannya sebagai sebab yang memotivasikannya. Jarang
sekali dapat di katakan dengan keyakinan bahwa seekor kera apalagi seekor lebah
madu berkehendak menolong kera atau lebah lainnya,tetapi memang pengaruh jenis
perilaku tertentu dapat di amati.
Kelakuan atau
perilaku dalam arti yang luas ialah tindakan yang tampak,yang di laksanakan
oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri terhadap keadaan lingkungan yang
sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian dalam kelangsungan hidupnya.
Menurut Tavolga(1969) semua makhluk hidup melaksanakan aktifitas yang kompleks
yang timbul berdasarkan sifat dasar kehidupan sitoplasmik ialah irritabilitas, yaitu
kempuan untuk menanggapi perubahan di lingkungan. Tidak seperti tanggapan alat
fisika terhadap kekuatan eksternal,maka reaksi makhluk hidup umumnya adaptasi.
Dalam hal ini probabilitas untuk kelangsungan hidup spesies bertambah karena
hewan dapat menyesuaikan tanggapannya sedemikian sehingga layak terhadap
kondisi yang berubah.
Perilaku ialah
suatu cara penting yang di pergunakan oleh individu menjadi terpadu kedalam
societas dan komunitas yang terorganisir dan teratur. Perilaku dapat di anggap
sebagai suatu kompleks yang terdiri atas 6 komponen yang berbeda dalam kepentingan menurut jenis makhluknya:
1.
Tropisme
2.
Taxes
3.
Refleks
4.
Insting
5.
Belajar, dan
6.
Penalaran
Istilah tropisme terbatas pada gerakan
atau orientasi yang terarah terdapat pada makhluk seprti rumbuhan yang tidak
memiliki sistem saraf. Lima anasir lainnya yang kurang lebih dalm urutan
efolusioner seperti tersebut di atas, berkaitan dengan hewan yang memiliki
sistem saraf dan indra yang kompleks.
Mula-mula
ethologiwan cenderurg membuat kepilahan yang tajam antara perilaku “terbawa
sejak lahir” (anasir 1-4 tersebut di atas) dan perilaku “diperoleh” (anasir 5
dan 6) tetapi sekarang jelas bahwa perilaku yang dipelajari terbentuk pada
kompleks pola-pola refleks, insting dan pola-pola perilaku yang diwarisi
lainnya,termasuk irama circadian dan irama tubuh yang “terbawa sejak lahir”.
Tanggapan
perilaku hewan dan orientasi mereka dalam hubungan dengan faktor-fakor
lingkungan kebanyakan dapat di uji secara eksperimental dan hasil yang di
peroleh berkorelasi dengan perilaku hewan dalam kondisi alami. Blila mana cacah
tanggapan yang layak pada tiap satuan intensitas mengenai suatu faktor
lingkungan diplotkan terhadap seluruh kisaran faktor lingkungan tersebut, maka
biasanya di hasilkan kurve normal atau kurve gauss. Cacah tanggapan yang
maksimum,secara normal terjadi di dekat pusat kisaran,dan makin berkurang
secara progresif dalam cacah kearah masing-masing ekstrem. Lanjutan pengurangan
seperti ayng tersebut di atas ini ketiap-tiap arh dari puncak tanggapan yang
meliputi 50%,25%, atau persentasi tanggapan total yang lebih kecil di sebut
preferendum hewan atau kelompok hewan itu.
Banyak perilaku
makhluk yang di tentukan oleh warisan dan merupakan karakteristik spesies dalam
lingkungannya yang selayaknya. Perilaku ada yang sudah jelas pada saat lahir
atau ada yang belum berkenbang sampa sistem saraf, termasuk mekanidme reseptor dan afektor, sepenuhnya masak untuk itu.
Perilaku yang terbawa sejak lahir tampak dalam berbagai derajat mengenai
kemajemukannya. Suatu refleks adalah tanggapan automatik yang cepat oleh suatu
alat tunggal atau sisitem alat terhadap stimulus sederhana. Tropisme, taxes,
dan kineses mungkin meliputi suatu deretan refleks dan mewujudkan suatu tingkat
keterpaduan yang tinggi. Suatu insting, yang merupakan pola perilaku yang di
warisi, adalah suatu jenis prilaku tertentu yang majemuk yang dilaksanakan
kurang lebih secara automatik, bila mana hewan tersebut itu di hadapkan pada
stimulus yang layak (THORPE 1951 dalam KENDEIGH 1980).
Tropisme
(tropos adalah suatu kata yunani berarti menghadap atau berubah) merupakan
gerakan dan orientasi terarah yang di temukan pada tumbuhan. Contoh tropisme
seprti misalnya membeloknya bunga mata hari menghadap kearah mata hari di sebut
juga fototropisme dan orientasi fertikal daun pepohonan pad ahari yang panas
atau di sebut heliotropisme. Serta pertumbuhan akar ke arah bawah yang juga di
sebut giotropisme.tropisme di sebut juga sebagai perilaku adaktif yang terjadi
tanpa adanya sistem saraf, biasanya meliputi hanya suatu bagian tubuh bukannya
seluruh makhluk dan hormon menyediakan mekanisme koordinasi utama.
Istilah taxis
sekarang umumnya di pergunakan terhadap gerakan stimulus, sponse yang mudah di
amati pada hewan rendah. FRAENKEL dan GUNN (1940 dalam ODUM 1971) membedakan
antara:
1.
Reaksi tidak berarah yaitu
suatu penghindaran secara umum terhadap lingkungan yang tidak menguntukan (yang
mereka sebut “kinesis”).
2.
Reaksi berarah
(taxes,sensustricti) dengan orientasi langsung kearah atau menjauh dari
stimulus.
3.
Orientasi yang transfersal,
atau gerakan yang membuat sedikit sudut terhadap arah stimulus, seperti
misalnya arah oleh lebah madu dengan cara berorintasi arah cahaya (von frisch,
1955 dalam odum 1971)
Antara taxes dan reflek tidak ada garis
tegas untuk membedakannya,tatapi fefleks ada umumnya di anggap sebagai
tanggapan terhadap stimulus oleh suatu alat atau bagian tubuh spesifik.baik
taxes maupun fefleks dapat di modifikasikan oleh pengalaman.
Perilaku
instingtif seperti yang terutama terdapat pada insekta dan fertebrata rendah
terdiri atas urutan perilaku yang ter-stereotipe-kan dan ter-kode-kan, seperti
misalnya berurutannya proses pembuatan sarang, pencarian makan, perkawinan,
bertelur, dan demikain juga perlindungan terhadap makhluk anakan muda yang
merupan daur reproduksif pada sejenis lebah atau burung.
Perilaku yang
terpelajarkan dan perilaku yang
ternalarkan makin bertambah kepentingannya, sebanding dengan makin
membesarnya otak terutama kortex cerebri. Penalaran yang meliputi pemecahan
masalah dan perumusan konsep, menjadi anasir utama dalam perilaku yang hanya
terdapat pada primata tingkatan yang lebih tinggi serta pada manusia.
B.
Beberapa Contoh Perilaku Pada Hewan
Ada banyak
jenis hewan di bumi ini, dengan perilaku yang berbeda-beda pula. Diantara
banyak binatang yang ada di bumi ini akan dipaparkan pelikau atau aktivitas
beberapa binatang yang umun dan sering kita jumpai di sekitar kita.
1.
Burung ( Aves)
Burung adalah
salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari keberadaan dan
penyebaranya dapat secara horizontal dan vertical. Secara horizontal dapat
dilihat dari tipe habitat yang ditempati oleh burung, sedangkan secara vertical
dari strtifikasi profil hutan yang dimanfaatkan oleh burung. Keberadaan
jenis-jenis burung dapat dibedakan menurut perbedaan strata, yaitu strata
semak, strata antar semak dan pohon dan strata tajuk. Setiap strata mempunyai
kemampuan untuk mendukung kehidupan jenis-jenis burung.
Penyebaran
vertical terbagi dalam kelompok burung penghuni atas tajuk, ditempati oleh
burung pemanakn buah misalnya Rangkong, Burung pemakan nektar Elang atau
Alap-alap. Pada tajuk pertengahan ditampati oleh burung pemakan serangga,
seperti burung pelatuk, takur, sedangkan penghuni tajuk bawah seperti burung
gelatik, bondol, pipit, burung penghuni lantai hutan, seperti jenis
ayam-ayaman, kasuari, dan pitta.
Keanekaragaman
jenis burung disuatu wilayah dipengaruhi oleh factor-faktor berikut:
a)
Ukuran luas habitat, semakin
luas habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaan jenis burungnya.
b)
Struktur dan keanekaan jenis
vegetasi, di daerah yang keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi maka
keanekaaan jenis hewan, termasuk burung tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh
setiap jenis hewan hidupnya bergantung pada sekelompok jenis tumbuhan tertentu.
c)
Keanekaan dan tingkat kualitas
habitat secara umum di suatu lokasi.
Semakin majemuk habitatnya cenderung semakin tinggi keanekaan jens burungnya.
d)
Pengendalian ekosistem yang
dominan. Keanekaan jenis burung cenderung rendah dalam ekosistem yang terkendali secara fisik
dan cenderung tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi.
Aktivitas atau
perilaku yang dilakukan burung diantaranya ialah makan, pindah atau bergerak,
vocal, istirahat, dan sosial. Secara rinci aktivitas yang dilakukan burung
dijelaskan sebagai berikut:
a)
Aktivitas Makan
Makan merupakn
rangkaian gerak dalam mencari dan memilih makanan dan suatu pola yang tetap (
Alikodora 1980, dalam Melati). Aktivitas harian dari perilaku makan adalah sama
disebabkan oleh banyak burung jantan dan burung betina sama-sama banyak
membutuhkan banyak makanan. Pada burung jantan pakan diperlukan guna mendaptkan
energy untuk melakukan aktivitasnya,seperti terbang, mencari pakan, dan
bersuara. Pada burung betina berhubungan dengan musim berkembang biak, seperti dapat mengahasilkan telur yang
baik.
Makanan yang
diperlukan burung dapat terlihat dimana burung tersebut berada. Burung-burung
yang terdapat dihutan dapat mencari makanan pada bagian kanopi pohon sampai
lantai hutan. Pada bagian kanopi pohon, serangga, buah, biji, bunga, dan daun
muda dapat menjadi sumber makanan untuk burung. Jenis burung yang terdapat pada
bagian ini antara lain Pelatuk, Burung Madu, Burung Enggang, dan Alap-Alap.
Pada bagian lantai hutan makanan diperoleh dari biji yang jatuh, serangga
tanah, dan daun muda dari pohon muda. Jenis burung yang terdapat pada lantai hutan
antara lain, Ayam Hutan, Paok, dan Puyuh. Burung yang habitatnya terdapat di
padang rumput, makanannya berupa biji rumput. Jenis burung yang terdapat
dipadang rumput antara lain jenis pemakan biji seperti Bondol, Pipit, dan
Gelatik. Burung yang berada disekitar perairan sungai, dan danau memperoleh
makanan berupa serangga air, ikan, dan kepiting. Jenis burung yang terdapat di
habitat ini seperti Bebek, Raja Udang, Kuntul, dan Walet.
b)
Aktivitas Vocal Dan Bersuara
Burung
mengahsilkan suara (vocal) berupa nyayian dan variasi nonvokal atau bunyi yang
dikeluarkan. Suara beruapa variasi nonvokal dapat terlihat misalnya pada burung
pelatuk yang mengahsilkan suara seperti drum. Suara ini berasal dari paruhnya
yang melubangi pohon pada saat mencari makanan.
Pada umumnya
suara burung dihasilkan berasal dari suatu bagian organ pada burung yang
disebut syirink. Bagian ini merupakan
organ primer yang memproduksi suara. Syirink ini berada dibagian bronkus dan
trakea. Trakea pada burung berbentuk panjang seperti pipa, bertulang rawan
berbentuk cincin. Pada bagian akhir dari trakea ini nercabang menjadi dua
bagian yakni bronkus kanan dan kiri. Dalam bronkus pada pangkal trakea terdapat
syirink yang pada bagian dalamnya terdapat lipatan-lipatan berupa selaput yang
bergetar. Suara yang diproduksi akibat getaran dari membrane tympani saat
bernapas dan tidak menghasilkan suara saat burung menghirup udara.
Menurut Van
Tyne dan Beger (1976 dalam Melati), suara yang dihasilkan oleh burung dapat
berfungsi sebagai tanda atau nyayian panggilan (call notes) dan nyayian (song)
1)
Nyayian panggilan (call notes),
merupakan suara untuk menandakan perilaku hubungan pada setiap anggota jenis
(anak-betina atau kelompoknya). Nyayian panggilan ini bukanlah hal yang utama
pada perilaku seksual. Pada nyayian ini terdapat Sembilan jenis tipe, antara
lain saat mencari makan, perilaku senang, perilaku stres, mempertahankan daeran
teoriti saat di sarang, melakukan penyerangan, berkelompok saat bermigrasi, dan
merespons adanya predator atau pendatang.
2)
Nyayian (song) merupakan rangkaian dari nyayian panggilan atau call notes.
Nyayian yang dibunyikan untuk keturunannya sangat berhubungan dalam membentuk
suara rangkaian dari nyayian yang dapat dikenal oleh keturunannya. Nyayian atau
song ini dikenal ada dua tipe yaitu:
a.
Nyayian primer (primary song) terdiri atas:
·
Adversiting atau territorial song
merupakan suara yang keras diberikan oleh salah satu jenis kelamin pada burung,
khususnya pada saaat permulaan periode reproduksi, selain untuk menarik
pasangan juga memberi peringatan kepada pejantan lain. Tipe nyayian ini
dipergunakan untuk mempertahankan daerah teoriti pada burung.
·
Signal song, dipergunakan untuk
menyatakan kegiatan atau aktivitas dari burung yang dipergunakan untuk
memberikan tanda ancaman untuk pejantan lain.
·
Emotional song, meliputi berbagai suara
yang secara tidak langsung memberikan ancaman kepada pejantan lain, terutama
dalam mempertahankan daerah teoriti.
b.
Nyayian sekunder (secondary song), merupakan suara kedua, lebih lembut atau lemah. Suara ini
tidak dipergunakan dalam mempertahankan daerah toeriti dan dinyayikan oleh
jenis kelamin yang berbeda dan lebih bervariasi daripada primer song.
Dibedakan menjadi empat macam suara,
yaitu
·
Whisper song, merupakan suara yang
sangat cepat dan terdengar tidak lebih dari 20 km.
·
Subsong, merupakan suara yang sangat
cepat.
·
Rehearsed song, merupakan suara yang
dibunyikan oleh burung muda dan burung dewasa yang belum mencapai kesempurnaan
dalam primary song.
·
Female song, merupakan suara yang
dinyayikan oleh betina.
c)
Aktivitas sosial
Perilaku sosial pada umumnya dijumpai
terutama dalam upaya memanfaatkan sumber daya di habitatnya, selain itu juga
untuk mengenali tanda-tanda bahaya dan melepaskan diri ari serangan pemangsa.
Menurut Soeratmo dalam Melati (1979),
satwa yang hidup disuatu tempat akan mengadakan interaksi satu sama lain
melalui komunikasi dan hubungan sosial. Hubungan di antara individu satwa
dibedakan menjadi dua yaitu:
1)
Hubungan intraspesifik, yaitu
hubungan pada jenis yang sama,
2)
Hubungan interspesifik, yaitu
hubungan pada jenis yang berbeda.
Berdasarkan
hubungan sosial interaksi dibedakan kedalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut:
1)
Kompetisi, terjadi apabila dua
satwa mencari kebutuhan yang sama terhadap suatu komponen dalam lingkungan
hidupnya, sementara persediaan komponene tersebut sangat terbatas.
2)
Kerja sama, terjadi apabila
salah satu atau kedua individu yang lainnya membeutuhkan individu yang lainnya
untuk memenuhi sesuatu kebutuhannya.
3)
Netral, apabila tidak terdapat
kontak atau saling mempengaruhi antara kedua satwa tersebut.
Hubungan sosial
dalam kehidupan populasi satwa tidak akan terbentuk apabila satwa tersebut
tidak memiliki bentuk komunikasi. Kemampuan komunikasi dari satwa tersebut
tergantung pada tanda atau signal yang dapat diterima tiap individu dan
kemampuan individu dalam menangkap atau menerima signal tersebut.
Hubungan sosial
lainnya antara lain:
·
Hubungan ketergantungan
pemeliharaan. Hubungan yang terjadi antara induk dan anak-anaknya.
·
Hubungan saling mengutungkan,
yang bersifat kerjasama dan saling menguntungkan.
·
Hubungan diminasi-subdominasi,
hubungan antar jenis yang dominan (berumur lebih tua dan lebih besar) dan
subordinat (bersifat mengalah) biasanya menempati habitat yang lebih kecil.
·
Hubungan seksual, hubungan
antar satwa liar jantan dan betina dewasa.
·
Hubungan pemimpin dan pengikut,
hubungan yang terjadi dalam kelompok yang biasanya dipimpin oleh salah satu
anggotanya.
·
Hubungan kerja sama dalam
mendapatkan makanan, untuk berburu atau mendapatkan makanan satwa liar
seringkali melakukan kerja sama.
d)
Aktivitas Pindah Atau Bergerak
Pergerakan
merupakan strategi dari individu maupun populasi untuk menyesuaikan dan
memanfaatkan keadaan lingkungan agar dapat hidup dan berkembang biak secara
normal. Pergerakan berfungsi untuk menghindarkan dari pemangsa dan ganggauan
lainnya.
Aktivitas pindah
atau bergerak pada burung merupakan pindahnya suatu jenis dari satu tempat ke
tempat lain. Pada burung perpindahan terjadi setiap waktu seperti pada saat
makan atau saat menjaga teritori. Aktivitas pindah yang dilakukan oleh burung
saat mencari makan merupakan hal yang bersifat mutualistik. Dalam membentu
terbentuknya regenerasi suatu habitat terutama pada proses penyebaran biji dan
penyerbukan bunga, burung memiliki andil yang cukup besar. Jenis Rangkok dan
Bultok berperan dalam penyebaran biji. Biasanya burung tersebut memakan
buah-buahan yang berdaging ditelan bersama dengan bijinya. Bijinya tidak hancur
melalui sistem pencernaan burung, sehingga apabila dikeluarkan biji tersebut
dapat tumbuh di tempat yang cocok.
2.
Primata (Macaca fascicularis)
Primata
mempunyai perilaku yang lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Perilaku komunikasi ini berkembang
karena primata adalah hewan sosial. Macaca fascicularis bersifat sosial
dan hidup dalam kelompok yang terdiri atas banyak jantan dan banyak betina (multi
male-multi female). Dalam satu kelompok, Macaca fascicularis terdiri
atas 20-50 individu. Jumlah individu setiap kelompok ditentukan oleh predator,
pertahanan terhadap sumber makanan, dan efisiensi dalam aktivitas mencari makan.
Perilaku harian Macaca fascicularis di alam terdiri atas 35% untuk
makan, 20% penjelajahan, 34% istirahat, 12% untuk grooming, dan kurang
dari 0,5% untuk aktivitas lainnya.
a)
Perilaku Makan
Aktivitas
makan atau foraging merupakan aktivitas mencari makan dan memegang
makanan. Urutan pada aktivitas makan, dimulai dengan mencium pakan terlebih
dahulu, kemudian digigit dengan mulut atau mengambil pakan yang telah digigit
dengan satu atau kedua tangannya. Penciuman merupakan detector utama dalam
mencari pakan oleh seekor hewan. Pada saat memilih pakan, seekor hewan dengan
nalurinya akan memilih bahan pakan yang tinggi nilai gizinya, tidak
membahayakan kesehatannya, juga memiliki bau dan cita rasa yang sesuai dengan
seleranya.
Ekornya
yang panjang hingga melebihi panjang tubuhnya, dimanfaatkan Macaca
fascicularis sebagai alat keseimbangan serta mendukung aktivitas pada saat
mencari makan di cabang pohon yang kecil. Secara umum Macaca fascicularis
memiliki kecenderungan untuk menguasai makanan sebanyak-banyaknya walaupun
tidak mampu menghabiskan semuanya. Banyaknya makanan yang dikumpulkan
berhubungan dengan keinginannya untuk dapat menunjukkan kekuatannya terhadap
individu lain. Seringkali hal ini yang memicu terjadinya perkelahian. Bila ada
makanan yang lebih disukai maka Macaca akan meninggalkan makanan
sebelumnya.
Di
lingkungan alaminya, monyet ekor panjang bersifat frugivor dengan
makanan utamanya berupa buah. Kriteria buah yang dipilih oleh monyet biasanya
dilihat berdasarkan warna, bau, berat buah, dan kandungan nutrisi. Selain buah,
jenis makanan yang biasa dikonsumsi Macaca fascicularis adalah daun,
umbi, bunga, biji, dan serangga.
Monyet
ekor panjang biasanya mengambil makanan dengan kedua tangannya atau langsung
menggunakan giginya. Dalam keadaan tergesa-gesa biasanya monyet ekor panjang
akan memasukkan makanan ke dalam kantong pipi. Apabila keadaan sudah aman, maka
makanan akan dikeluarkan kembali untuk dikunyah dan ditelan.
Beberapa
penelitian menunjukkan bukti bahwa monyet ekor panjang yang aktif dalam mencari
makan dapat berenang dengan baik untuk mencari siput dan sumber makanan dibawah
air lainnya. Mereka biasa mengumpulkan makan dalam jumlah yang banyak dan dapat
mencari makan dimana saja. Sebagai hewan perenang yang baik, mereka juga
memahami tanda-tanda air pasang ketika mencari makan diperairan laut ataupun
pantai. Secara naluriah, sang pemimpin kelompok akan memperingatkan yang
lainnya untuk meninggalkan tempat tersebut yang dianggap berbahaya.
b)
Perilaku Istirahat
Berdasakan
pola aktivitasnya, Macaca fascicularis digolongkan menjadi primata yang diurnal
(aktif pada siang hari). Dan pada umunya akan beristirat pada tengah hari
ataupun tengah malam.
Macaca
fascicularis tidur pada malam hari diatas pohon, ada yang membuat sarang ada
pula yang tidak. Dapat diketahui bahwa ada individu yang tidur diatas pohon
yang tinggi dan yang tidak ditumbuhi liana. Keadaan pohon tempat tidur
berhubungan dengan aktivitas makan dan pertahanan hidup terhadap musuh alami
berupa predator, parasit, dan penyakit.
c)
Perilaku Kawin
Macaca
fascicularis betina umumnya menunjukkan
perubahan-perubahan perilaku yang berkaitan dengan perubahan fisologis selama
estrus. Betina sering menunjukkan ketanggapan atau kesediaan seks terhadap
hewan jantan. Ketanggapan seks (reseptivitas) adalah kesediaan betina untuk mengadakan
kopulasi. Kesediaan seks (proseptivitas) adalah semua perilaku yang dilakukan
betina untuk memulai interaksi seks. Betina biasanya memberikan tanda undangan
seksual kepada jantan dengan memperlihatkan pantat pada hewan lain dan mengangkat ekornya. Mungkin menambahi sikap ini dengan berjongkok sedikit, melihat ke belakang
dan vocaizing. Tetapi hal ini juga dapat diberikan antara binatang
dengan jenis kelamin yang
sama.
Betina
pada beberapa monyet dunia lama dan kera melakukan pendekatan yang ditujukan
untuk pejantan dewasa. Kopulasi biasanya terjadi dengan posisi ventro-dorsal.
Yaitu primata jantan menaiki primata betina dari bagian punggung. Betina tetap
berdiri, berbaring atau meringkuk, tergantunng pada spesiesnya dan keduanya
mempertahankan posisi tersebut posisi tersebut sampai terjadi intromisi
d)
Perilaku Grooming
Grooming adalah kegiatan merawat dan mencari kutu yang merupakan
perilaku sosial yang umum dilakukan oleh kelompok primata.
Grooming
dilakukan dengan menggunakan kedua
tangannya untuk mengambil, menggosok, menyisir, dan mencari kutu di semua
rambutnya. Prosimian mempunyai cara grooming yang khas yaitu dengan
menggunakan giginya yang seperti sisir, sedangkan primata lainnya kebanyakan
menggunakan tangan. Ada dua macam cara grooming yaitu allogrooming
yang dilakukan dengan hewan lainnya, dan autogrooming yang dilakukan
sendiri.
e)
Perilaku Bermain
Selama
tahun pertama dan kedua, bayi dari beberapa monyet dunia lama sering membentuk
kelompok bermain. Seiring dengan peningkatan usia, bayi jantan mempunyai lebih
banyak bagian permainan dalam kelompok bermain ini daripada betina. Bayi betina
cenderung menghabiskan waktu mereka dengan ibu mereka, betina dewasa yang lain
atau bayi baru yang lain.
C.
Adaptabilitas
Adaptabilitas adalah kemampuan untuk
melakukan adaptasi. Sedangkan adaptasi itu sendiri adalah kemampuan makhluk
hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta mengatasi tekanan lingkungan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Ada banyak bentuk adaptif tubuh
makhluk hidup supaya
dapat bertahan hidup, bentuk adaptif ini dapat berupa struktur tubuh, warna
tubuh, fungsi alat tubuh dan lain-lain, yang semuanya bertujuan untuk membantu
bertahan hidup. Walaupun ada banyak cara makhluk hidup untuk beradaptasi tetapi
secara garis besar adaptasi dibedakan menjadi 3 yaitu: adaptasi morfologi,
adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku.
1.
Adaptasi morfologi
Adaftasi morfologi adalah penyesuaian
diri bentuk tubuh atau alat-alat tubuh sehingga sesuai dengan lingkungannya.
Adaptasi morfologi ini mudah kita amati pada hewan ataupun pada tumbuhan.
Beberapa macam adaptasi morfologi pada hewan bentuk paruh dan kaki pada burung,
dan pada mulut serangga.

Gambar 2.1
gambar adaptasi morfologi pada hewan
2.
Adaptasi fisiologi
Adaptasi
Fisiologi adalah cara penyesuaian diri fungsi alat-alat tubuh atau kerja
alat-alat tubuh terhadap lingkungannya. Adaptasi ini tidak mudah diamati
seperti pada adaptasi morfologi, karena menyangkut fungsi alat-alat tubuh dan
proses kimia yang terjadi di dalam tubuh. Contoh adapatasi fisiologi ialah
dihasilkannya enzim selulase oleh hewan memamah biak.
3.
Adaptasi tingkah laku
Adaptasi Tingkah Laku adalah cara
penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya dalam bentuk tingkah
laku. Contoh adaptasi tingkah laku ialah ikan paus yang sesekali menyembul ke
permukaan untuk mengambil udara, dan bunglon merubah warna kulitnya menyerupai
tempat yang dihinggapi.


Gambar 2.2 gambar adaptasi tingkah laku bunglon dan paus
Makhluk
hidup melakukan adaptasi tidak lain untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Namun tidak hanya itu saja, adaptasi pada makhluk hidup juga memiliki tujuan
diantaranya ialah:
1.
Melindungi diri dari
musuh
Contohnya:
§ landak memiliki kulit berduri dan kaku yang berfungsi untuk
melindungi diri dari musuhnya, saat terancam landak akan mengembangkan durinya.
§ Cicak dan kadal memutuskan ekornya, cicak dan kadal dapat
memutuskan ujung ekornya untuk mengelabuhi musuh.
§ Kalajengking, lebah dan kelabang mempunyai alat sengat.
Sengat ini digunakan intuk melukai musuh saat hewan tersebut diserang atau
terancam bahaya.
§ Bunglon mengubah warna tubuhnya.bunglon mampu mengubah warna
tubuhnya sesuai dengan warna lingkungannya.
2.
Memperoleh makanan
Contohnya:
§ Burung memiliki bentuk paruh yang berbeda-beda. Perbedaan
paruh tersebut disesuaikan dengan makananya. Paruh bebek seperti sudu/dayung
untuk mempermudah mencari makanan di lumpur. Paruh burung pipit pendek dan kuat
untuk makanan berupa biji-bijian. Paruh burung elang besar dan runcing untuk
mengoyak makananya yang berupa daging. Paruh ayam berbentuk kecil, pendek, dan
runcing untuk mematuk biji-bijian maupun hewan kecil. Paruh burung colibri
berbentuk kecil, panjang, dan runcing untuk menghisap madu. Paruh burung
pelikan besar dan berbentuk seperti kantung untuk menangkap makanannya berupa
ikan. Paruh burung pelatuk kuat dan runcing untuk memahat kayu pohon dan
menangkap mangsanya.
§ Burung memiliki bentuk kaki yang berbeda-beda. Perbedaan
bentuk kaki sesuai dengan cara memperoleh makananya. Kaki bebek mempunyai
selaput renang diantara jari kakinya, kaki tersebut untuk berjalan di lumpur
atau membantu saat berenang. Kaki burung pipit mempunyai jari-jari yang
panjang, terletak dalam bidang datar, dan berfungsi untuk untuh hinggap pada
ranting-ranting pohon. Kaki ayam panjang dan tegak untuk berjalan di darat dan
mengai makanan di tanah. Kaki burung elang pendek dan bercakar tajam berfungsi
untuk mencengkeram mangsanya. Kaki burung Kakaktua mempunyai dua buah jari yang
mengarah ke depan dan dua jari mengarah ke belakang berfungsi untuk memanjat.
Bentuk kaki burung pelatuk mempunyai dua jari mengarah ke depan dan dua jari
mengarah ke belakang untuk memanjat.
§
Mulut penghisap,
penusuk, pengigit, dan pengunyah. Mulut kupu-kupu mempunyai alat pengisap.
Kupu-kupu menggunakan mulut ini untuk mengisap sari madu (nektar) pada bunga.
Nyamuk mempunyai bentuk mulut penusuk dan pengisap. Mulut ini dapat mengisap
makanan berupa darah manusia atau hewan. Mulut nyamuk berbentuk tabung panjang
dan tajam (runcing). Bentuk mulut seperti ini untuk menusuk kulit manusia atau
hewan. Jangkrik mempunyai bentuk mulut penggigit dan pengunyah. Mulut ini
mempunyai gigi-gigi kecil untuk mengunyah makanan yang berupa daun. Lalat rumah
mempunyai alat penyerap pada mulutnya. Alat penyerap ini mirip spons (gabus).
Alat ini untuk menyerap makanan terutama yang berupa cairan.
D.
Hibernasi


Dalam
klasifikasi berdasarkan berbagai hasil penelitian zoologi, hewan (berdarah
panas atau dingin) yang benar-benar berhibernasi meliputi hampir semua jenis
hewan. Namun pembedaan hewan berdarah panas dan hewan berdarah dingin akan
mempermudah identifikasi. Hibernator (hewan yang berhibernasi) dari kelompok
hewan berdarah panas adalah spesies badger, hedgehog, kelelawar, elang
Nightwaks, ras tupai-tupaian, anjing padang rumput, hamster dan beberapa
spesies khusus beruang dan swift. Sementara dari kelompok hewan berdarah dingin
tercatat jenis lebah, cacing tanah, kodok dan katak, kadsal-kadalan, kura-kura
lumpur, keong, dan ular.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian diats maka dapat disimpulkan bahwa Tiap pola
perilaku mempunyai fungsi penyesuaian yang khusus dan tertentu yang umumnya
dihubungkan dengan salah satu fungsi umum. Pola perilaku atau aktivitas
tersebut diantaranya ialah:
1.
Aktivitas makan (feeding),
2.
Aktivitas bergerak (locomotion),
3.
Istirahat (immobile),
4.
Grooming
5.
Aktivitas main (playing),
Perilaku atau
aktivitas pada burung dapat dibedakan menjadi menjadi empat yaitu aktivitas
makan, aktivitas vocal dan bersuara, aktivitas sosial, dan aktivitas pindah
atau bergerak.
Primata memilki
perilaku yang lengkap yang digunakan untuk berkomunikasi dengan yang lain. Hal
ini dikarenakan primata merupakan hewan sosial. Perilaku pada primate meliputi:
perilaku makan, perilaku istirahat, perilaku kawin, perilaku grooming dan
bermain.
Anthropomorphisme yaitu anggapan bahwa
hewan di gambarkan seolah-olah memiliki keperluan, perasaan atau kemampuan
seperti manusia. Kelakuan atau perilaku dalam arti yang luas ialah tindakan
yang tampak,yang di laksanakan oleh makhluk dalam usaha penyesuaian diri
terhadap keadaan lingkungan yang sedemikian rupa sehingga mendapat kepastian
dalam kelangsungan hidupnya. Perilaku ialah suatu cara penting yang di
pergunakan oleh individu menjadi terpadu kedalam societas dan komunitas yang
terorganisir dan teratur.
Adaptabilitas merukan kemampuan makhluk
hidup untuk melakukan sebuah adaptasi. Adaptasi itu sendiri ialah kemampuan
suatu makhluk hidup untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk
tetap dapat bertahan hidup. Didalam adap tasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu
adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi dan adaptasi tingkah laku.
Hibernasi merupakan kondisi ketidakaktifan
dan
penurunan metabolisme pada hewan yang ditandai dengan
suhu tubuh yang lebih
rendah, pernapasan yang lebih perlahan, serta kecepatan metabolisme yang lebih
rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Annonimus. 2013. Adaptasi
Makhluk Hidup, (online). http://www.artikelbagus.com/2013/02/adaptasi-makhluk-hidup.html.

Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Akasara.
Soejtipto. 1990. Dasar-Dasar
Ekologi Hewan. Yogyakarta: Universitas Gadjah mada
0 komentar:
Posting Komentar